ETOS PROTESTANISME MENJADI BUDAYA KERJA YANG MENGUBAH DUNIA
Oleh : Tumini Sipayung, Roma Sihombing
Diterbitkan di : BISMAN INFO
Volume : 9 No : 2 Juni 2022
Penerbit : Politeknik Unggul LP3M
ISSN : 2355-150X
Abstrak
Nuansa agama sangat berbeda dengan nuansa yang bersifat sekuler, tuntutan dan standar agama tidak selalu relevan dengan ukuran yang dikenakan kepada hal-hal sekunder. Tapi ternyata Max Weber mampu bernalar meneliti ethos kerja prima yang dipraktekkan orang-orang Eropa, justru berasal dari pemikiran-pemikiran protestan, yang nantinya dikenal sebagai ethos Protestan etika Protestan. Etika Protestan mendasarkan pada tradisi penyelamatan dari aliran Calvinisme. Paham yang dipelopori oleh John Calvin ini menekankan bahwa segala kehidupan di dunia merupakan pengabdian terhadap Tuhan. Kaum Calvinis mengajarkan kepada pengikutnya untuk gigih dalam menggapai kejayaan hidup di dunia. Hal itu hanya akan dapat diwujudkan dengan spirit dan etos kerja keras. Bila seseorang menginginkan kehidupan akhirnya bahagia, maka harus berupaya untuk memperbanyak harta.Weber membantah pola pikir fatalistik, yang mengatakan bahwa menyandingkan agama dan ekonomi adalah tindakan absurd. Pemahaman agama kemudian diubah yang semula hanya diarahkan pada pada ajaran sakramen dan substansinya yang hanya membuat manusia menjadi makhluk terdogmatik-pasif menjadi lebih menonjolkan sudut fungsionalnya. Dalam tulisan ini akan diteliti sejauh mana ethos kerja protestan itu melahirkan budaya kerja yang bermutu hingga sanggup mengubah dunia. Apa saja butir-butir penting dalam doktrin Protestan itu hingga menjadi motor pendorong lahirnya semangat kerja yang terampil, jujur, hemat, toleran, dan bersifat kontinyu. Metodologi yang digunakan dalam tulisan ini adalah kualitatif deskriptif, suatu metode yang menggunakan referensi kepustakaan, serta sumber-sumber yang relevan. Ditemukan perubahan dunia yang dihasilkan etika Protestan. Weber memperlihatkan bahwa tipe-tipe Protestanisme mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari gagasan-gagasan keagamaan tersebut, melainkan semakin sebagai produk sampingan — logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut dan advis yang didasarkan pada mereka baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi.